Greenprosa: Konversi Sampah Organik untuk Hari Ini dan Masa Depan Indonesia

TPA Kaliori
Foto: YouTube Antara Jateng

"Jangan rampas hak kami! Tanah yang subur, udara yang bersih, lingkungan yang sehat."

"Kami mohon desa kami diperhatikan. Sawah kami rusak. Tolong hentikan TPA!"

Begitu tulisan pada beberapa spanduk yang dibawa oleh warga Desa Kaliori saat melakukan demonstrasi menuntut TPA Kaliori ditutup.

***

April 2018 suasana di sekitar TPA Kaliori mencekam. Sekitar 200 warga Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas, berunjuk rasa di depan kantor TPA. Aksi blokade jalan menuju TPA dilakukan buntut dari timbulnya masalah lingkungan. 5,5 hektar tanah pertanian tercemar limbah TPA. Sudah tiga tahun sawah warga 'lumpuh' akibat padi gagal tumbuh. Penyakit kulit dan paru-paru yang dialami warga tak luput menjadi pemicu kisruh. Untuk kebutuhan sehari-hari, warga harus membeli air galon karena sumber mata air menjadi keruh.

Sementara itu, di Kota Purwokerto tumpukan sampah yang menggunung terjadi hampir di setiap titik. Pinggir jalan, perumahan, pasar, alun-alun, hingga GOR menjadi tempat pembuangan sampah akibat ditutupnya 3 TPA di Banyumas. Padahal, sampah yang dihasilkan Banyumas saat itu sebesar 600 ton/hari. Sampah terus menumpuk setiap harinya, namun TPA tidak kunjung dibuka oleh warga. 

Setelah melalui proses diskusi panjang, Pemerintah Kabupaten Banyumas akhirnya memberi solusi penanganan sampah dengan membangun 7 tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST). Namun, persoalan sampah bukan semata tangung jawab pemerintah. Oleh karena itu, Pemkab melibatkan masyarakat untuk mengelola sampah melalui kelompok swadaya masyarakat (KSM). Salah satu KSM bernama Gema Brawijaya lantas didirikan oleh pemuda Desa Banjaranyar, Kecamatan Sokaraja,  yaitu Arky Gilang Wahab. 


Pilu Picu Semangat Baru

Greenprosa
Arky bersama rekan-rekan yang berjuang untuk kebersihan lingkungan (Foto: Instagram @arkygilang)

Arky—sapaan akrabnya—sebagai salah satu pemuda asli Banyumas tergerak untuk turut serta membantu menyelesaikan persoalan sampah yang ada di tanah kelahirannya. Ia sadar bahwa 'teriak' ke pemerintah tanpa aksi nyata tidak akan membawa perubahan yang signifikan.

"Sebenarnya yang saya lakukan awalnya karena risih saja, sih, Kak Kinos. Dulu 2018 di Banyumas itu TPA-nya kan ditutup, didemo warga. Sampai waktu itu di GOR-nya Banyumas, di alun-alun, jadi tempat sampah. Ketika kita sebagai anak muda dan teriak-teriak ke pemerintah minta diberesin apa segala macam, apa itu akan mengubah? Saya pikir nggak segitunya. Kalau kita mau berteriak, ya, kita lakuin dulu, dong", ucap Arky dalam sesi live inspiranation di YouTube SATU Indonesia.

Rasa pilu melihat persoalan sampah ini membuat Arky memiliki semangat baru. Bersama KSM Gema Brawijaya, ia bergerak mengelola sampah mulai dari desanya yaitu Banjaranyar. Ditemui di Kantor Greenprosa, Tegar—salah satu founder Greenprosa—mengatakan bahwa dulu pembentukan KSM tiap desa tidak diwajibkan, tapi dianjurkan.

"Dulu dianjurkan bikin kelompok swadaya masyarakat tiap desa yang tugasnya itu ngumpulin sampah. Nah, dulu sini (Banjaranyar) Mas Arky, saya, sama teman satu lagi. Kita awalnya KSM cuma ngolah sampah satu desa", ucap Tegar.

Tegar menambahkan bahwa sebagai tempat pemrosesan akhir, diharapkan sampah yang masuk ke TPA hanya residu yang tidak dapat diolah.

"Jadi di tingkat desa itu ada KSM, nanti setiap satu kecamatan dibikin TPST. Ditingkat kabupaten ada TPA. Diharapkan sampahnya itu habis di TPST. Nah, residunya yang nggak bisa diolah baru dibuang ke TPA", tambahnya.

KSM yang kemudian berubah nama menjadi PT Greenprosa Adikara Nusa pada 2021 ini awalnya mengelola semua jenis sampah. Kini, perusahaan socio enterprise ini lebih fokus untuk mengelola sampah organik menggunakan sistem biokonversi dengan larva Black Soldier Fly (BSF).


Maggot BSF Solusi Terbaik Urai Sampah Organik

Greenprosa
Arky sedang menjelaskan tentang maggot (Foto: Greenprosa)

Mengapa Greenprosa fokus pada sampah organik? Karena dalam perjalanannya, Arky melihat hampir 50 persen komposisi sampah di Banyumas adalah sampah organik yang berasal dari food waste dan food lose. Jika itu dikelola dengan baik, Greenprosa akan menjadi bagian dari 50 persen yang berkontribusi mengelola sampah. 

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun menyebutkan komposisi sampah di Indonesia pada tahun 2022 paling besar adalah sisa makanan yaitu 40,5 persen. Apabila tidak dikelola, waktu yang dibutuhkan agar sisa makanan dapat terurai adalah 1-6 bulan. Padahal, selama manusia masih hidup di bumi ini, sampah sisa makanan diproduksi setiap hari. 

Sudah terbayang bagaimana tumpukan sampah organik itu akan menggunung, bau, memicu emisi karbon, dan gas metana?

Oleh karena itu, dibutuhkan langkah penyelesaian yang konkret. Proses trial and error selama 2 tahun lebih dilakukan Greenprosa dalam mencari solusi terbaik untuk permasalahan sampah organik. Awalnya Greenprosa coba urai sampah organik dengan metode pengomposan. Akan tetapi metode ini membutuhkan waktu setidaknya 21 hari sehingga lahan yang disiapkan harus luas.

"Kita (Greenprosa) awalnya coba composting, tapi ternyata butuh waktu lama. Butuh tempat yang luas juga. Akhirnya kita cari metode lain", terang Arky pada live instagram bersama IDN Times.

Arky dkk. kemudian mencari referensi dari berbagai paper dan kajian internasional tentang budi daya maggot menggunakan lalat BSF. Saat diwawancara, Tegar yang juga adik Arky mengatakan bahwa dulu sangat minim referensi.

"Kendala salah satunya dulu minim referensi. Ya 2018 masih jarang banget maggot, ya. Kita nyari di YouTube, Google, ya, sekedar budi daya biasa. Maksudnya nggak ada rasio hitungan secara ilmiah", ucap Tegar. 

"Akhirnya semua yang ada di YouTube kita coba. Kita sering beli mesin, ada yang kebakar. Makanya kita dulu punya uang, ada keuntungan, ya buat uji coba. Buat beli mesin", imbuhnya.

Hasil tidak mengkhianati proses. Arky dkk. selanjutnya berhasil menemukan rumusan yang tepat untuk budi daya maggot. Perlu diketahui bahwa BSF atau lalat tentara hitam merupakan spesies khusus di mana sepanjang hidupnya sebagai lalat ia tidak makan. BSF betina akan mati setelah bertelur, sedangkan BSF jantan akan mati setelah kawin. BSF hanya makan saat menjadi larva/maggot.

Greenprosa
 Larva maggot yang baru menetas (Foto: dokumentasi Sovi)

Maggot mampu mengurai sampah organik hingga 10 kali berat tubuhnya dalam sehari. Tegar menuturkan bahwa 1 kg maggot dapat mengurai sampah organik 3-5 kg hanya dalam waktu beberapa jam.

"Maggot itu gambarannya 1 kg maggot bisa makan 3-5 kg sampah (organik). Berarti 1 ton maggot bisa makan 3-5 ton sampah kurang dari sehari", ucap Tegar.

Selain dapat mengurai sampah organik dengan cepat, maggot juga mampu mengeliminasi bau. Sampah organik yang telah menjadi bubur diberikan ke maggot untuk dimakan. Setelah 1-2 jam, bau sampah akan menghilang sehingga tidak mengganggu lingkungan. Larva BSF dapat dipanen setiap hari sehingga ini adalah solusi terbaik untuk urai sampah organik.

Arky dkk. awalnya tidak berniat menjadikan maggot sebagai bisnis. Saking banyaknya sampah organik, mereka hanya berpikir bagaimana caranya supaya sampah ini habis dengan cepat? Jadi, maggot dipelihara untuk menghabiskan sampah saja, belum dijual.

Karena di sekitar Greenprosa banyak kolam ikan, ada pembudi daya dan pemancing ikan yang tertarik dengan maggot. Ada yang beli untuk pakan ikan. Ada yang minta maggot hidup untuk mancing.

"Awal-awal tukang mancing bilang 'Mas njaluk maggote setoples, ya?' Terus ada yang beli juga dari pemancing. Lama-lama ada yang beli 5 kg setiap hari karena banyak budi daya ikan di sekitar. Lalu Greenprosa melihat ada peluang di situ. Akhirnya kami fokus di maggot. Ditata lagi siklusnya", papar Tegar sambil menunjukkan lokasi penetasan telur BSF.


Didemo Lingkungan hingga Hanggar Dibakar

Perjalanan Arky dkk. dalam merawat lingkungan dengan menciptakan sistem konversi limbah organik tidaklah mudah. Cukup berliku dan terjal. Setiap ujian datang dengan tingkat kesulitannya masing-masing. 

Tantangan awal saat memulai usaha adalah bagaimana mereka mengedukasi, baik edukasi ke warga maupun anggota KSM. Dalam mengembangkan usahanya, Greenprosa tidak ingin menyingkirkan orang-orang yang mencari rezeki dari tumpukan sampah seperti pemulung dan pengelola sampah lain. Agar usaha yang dijalankan dapat mendatangkan lebih banyak manfaat, Greenprosa menggandeng para pemulung untuk menjadi operator. 

Tingkat pendidikan operator mayoritas adalah SD dan SMP. Oleh karenanya harus ekstra sabar dan telaten dalam memberikan pemahaman tentang bagaimana cara memilah sampah yang baik. 

Greenprosa
Kandang lalat BSF (Foto: dokumentasi Sovi)

Edukasi terhadap warga sekitar tidak kalah sulit. Greenprosa sempat didemo warga karena banyaknya lalat di sekitar lingkungan. Jumlah lalat yang mencapai ribuan itu dikira warga membawa penyakit. Warga minta agar kandang dibongkar.

"Aku sempat didemo sama tetangga, sama lingkungan. Kan orang berpikir lalat, ya. Itu bawa penyakit gitu kan. Nah, mereka (warga) nggak ngerti kalau lalat ini spesies yang khusus. Dalam hidupnya dia (lalat BSF) nggak pernah makan. Jadi benar-benar nggak bawa penyakit. Ketika dia pergi ke manapun, karena tidak makan artinya kan dia tidak ke sampah-sampah yang jorok, ke tempat yang berpenyakit dan berbakteri", kenang Arky sambil tertawa dalam sebuah live Instagram bersama Astra Infra.

Selain persoalan lalat, Arky juga sempat didemo karena bau sampah mengganggu warga. Selama beroperasi dua tahun lebih, sampah yang dikelola Greenprosa tidak menimbulkan bau. Lalu tiba-tiba terjadi insiden saat lebaran. Sampah sempat tertunda hingga bau busuk muncul. Greenprosa pun kembali didemo oleh warga. 

"Pernah juga karena ada insiden waktu lebaran. Namanya bukan di ibukota, ya. Saya di Banyumas kan jadi tempat tujuan mudik orang. Kebayang kan ketika mudik itu di kabupaten kami sampahnya naik sampai 5 kali lipat. Kita tuh nggak ada yang lebaran. Akhirnya kita ngolah sampah. Ada yang sampahnya sampai ketunda 3-4 hari dan bau busuknya muncul", imbuhnya.

Beruntung setelah diberi pengertian oleh Arky dan aparat yang berwenang, masyarakat mau mengerti bahwa kejadian tersebut adalah force majeure.

Sebelum menjadi perusahaan besar, Arky dkk. mengangkut sendiri sampah dari pasar, kafe, dan beberapa tempat lain. Ketika mengangkut sampah di kafe Arky dkk. sempat bertemu dengan teman yang sedang makan di tempat tersebut. "Loh, lu ngapain? Sekarang mungutin sampah lu? Kasian banget," ucap teman Arky. 

Pria lulusan Teknik Geodesi ITB ini tidak malu. Ia justru bangga. Arky dkk. mampu dan bisa saja makan di kafe saat itu. Tapi baginya, menjadi pemuda yang peduli terhadap lingkungan tidak semua orang bisa melakukannya. Bagi Arky manfaatnya akan lebih besar jika ia dapat mengurangi sampah tersebut.

Apakah ujiannya berhenti sampai di situ? Tentu saja tidak. Kesuksesan Greenprosa dalam mengelola limbah organik menjadi pakan maggot BSF membuat beberapa pihak tidak suka. Hanggar yang menjadi tempat memilah sampah dibakar oleh oknum. Kandang lalat yang digunakan untuk proses produksi telur BSF digunting berkali-kali. Lalat BSF pun berhamburan keluar kandang. Beruntung kendala yang dialami tersebut tak menciutkan nyali Arky untuk terus mengelola sampah dan bermanfaat bagi lingkungan. Ia sadar bahwa semangat yang terus dipupuk akan berdampak besar untuk hari ini dan masa depan Indonesia.


Pandemi Membuat Greenprosa Hampir Berhenti

Greenprosa
 Sampah yang masuk ke TPST tercampur (Foto: Instagram @greenprosa)

Pandemi Covid-19 yang menghantam negeri pada 2020-2021 hampir membuat Greenprosa berhenti beroperasi. Sampah yang masuk ke Greenprosa sebagian berasal dari pasien isoman. Bagaimana jika tertular virus Covid-19? Begitu rasa kekhawatiran yang timbul di benak Arky. Padahal waktu itu, belum ada profit yang dirasakan dari usaha yang dijalankan. Ibaratnya, tidak dibayar tapi harus menanggung risiko yang besar. Arky dkk. berusaha meyakinkan diri agar tetap jalan. 

"Bayangin kalau misalnya kita stop sampah yang masuk (ke Greenprosa). Itu satu hari hampir 13 dump truk. Kalau kita stop, apa jadinya teman-teman yang sedang PPKM atau sedang di rumah? Sampah semakin menumpuk, penyakit semakin banyak", papar Arky.

"Ayolah bismillah bisa manfaat. Kita mikirin orang lain, biar Tuhan aja yang mikirin kita", sambungnya.

Ternyata ketika pemerintah memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), jumlah sampah organik makin besar. Di sisi lain, Arky melihat saat pandemi kondisi petani di Banyumas mayoritas kesulitan pupuk.

"Saya bayangin kalau petani nggak nanam tanaman, nggak tanam padi, nggak tanam tanaman pangan, apa jadinya lagi? Kita juga akan kelaparan", ucap Arky.

Kondisi itulah yang menjadi letupan semangat Greenprosa untuk terus beroperasi mengelola sampah, meski ancaman kesehatan datang dari berbagai arah. 


Ubah Stigma Sampah; Kumpul, Angkut, Jadi Uang

Greenprosa
Proses pemilahan sampah (Foto: Instagram @greenprosa)

Selama ini, jika berbicara soal sampah, yang terpikirkan pertama kali adalah kumpul, angkut, buang. Sampah dikumpulkan dari berbagai tempat, lalu diangkut oleh mobil pengangkut sampah untuk dibuang ke TPA. Perlahan, Greenprosa mengubah stigma tersebut menjadi kumpul, angkut, jadi uang. Sampah dikumpulkan, diangkut dan dibawa ke TPST, dipilah oleh petugas, lalu menjadi uang.

Bagaimana caranya sampah menjadi uang? 

Setiap hari para petugas kebersihan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas akan keliling untuk mengangkut sampah. Sesampainya di TPST, karyawan Greenprosa dengan cekatan memilah sampah tersebut. Sampah anorganik yang high value dipilah secara manual oleh petugas. Selanjutnya, sampah anorganik low value dan organik masuk ke mesin pemilah otomatis. Sampah organik yang keluar dari mesin sudah menjadi bubur dan bisa langsung digunakan untuk pakan maggot. Ke mana sampah anorganik? Sampah tersebut dijual kepada pihak ketiga untuk didaur ulang, dijadikan RDF pengganti batu bara, atau dijadikan paving block.

Untuk maggot, Greenprosa memanennya setiap hari. Maggot tersebut kemudian dikeringkan sebelum dijual. Ada juga yang dijadikan tepung maggot untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak. Produk lain yang dihasilkan dari larva BSF ini adalah pelet maggot dan minyak maggot. Sisa sampah organik yang tidak dimakan oleh maggot dan telah tercampur dengan kotorannya dijadikan pupuk organik. 

Greenprosa
Produk Greenprosa (Foto: Greenprosa)

Greenprosa menjual maggot kering secara online. Pengirimannya sudah ke berbagai wilayah di Indonesia seperti Jabodetabek, Bali, Riau, dan Aceh. Sedangkan tepung maggot dijual ke produsen pakan ternak di Surabaya. Produk minyak, pelet, dan tepung maggot sedang dalam proses perizinan untuk diekspor. Minyak maggot rencananya akan diekspor ke Korea. Sedangkan pelet dan tepung ke Malaysia. Untuk pupuk organik yang dihasilkan dijual ke petani dalam negeri.

Maggot tersebut selanjutnya dimanfaatkan peternak dan pembudi daya ikan untuk pakan ternak mereka. Kandungan protein sebanyak 42 persen dan asam amino dalam maggot sangat baik untuk sumber protein bagi ternak. Sedangkan pupuk organik dimanfaatkan oleh petani untuk menyuburkan tanah yang ditanami tanaman pangan. Hasil dari pertanian, peternakan, dan perikanan selanjutnya akan kembali ke perumahan, hotel, restoran, dan industri yang awalnya menghasilkan sampah. Dengan demikian, pengelolaan limbah organik ini bukan hanya menghasilkan uang, namun juga menciptakan ekonomi sirkular. 

Greenprosa tidak hanya bermitra dengan KSM. Kelompok tani dan kelompok peternak ikan juga mereka gandeng untuk bekerja sama menciptakan ekonomi sirkular. Greenprosa melakukan pendampingan terhadap mitra baik berupa teknik (terkait SOP pengelolaan sampah organik), maupun pendampingan finansial agar sistem keuangan mitra dikelola secara profesional. Greenprosa juga melakukan penyuluhan kepada masyarakat terkait pemilahan sampah dan mengadakan pelatihan budi daya maggot.


Kontribusi Nyata dalam Angka

Siapa sangka gerakan kecil yang Arky Gilang Wahab bersama Greenprosa lakukan berawal dari rumah kini telah berdampak luas. "Saya tadinya cuma gerakin dari rumah, terus satu RT, satu desa, sampai sekarang sepertiga sampah di Banyumas organiknya sudah kami (Greenprosa) kelola", ungkap Arky.

Greenprosa
Tempat budi daya maggot di Greenprosa HO (Foto: dokumentasi Sovi)

Program konversi limbah organik dari Greenprosa bukan hanya bertujuan untuk menghijaukan bumi dan membirukan langit. Lebih jauh, Greenprosa berharap ini dapat menciptakan ketahanan pangan. Mengapa ketahanan pangan? Seperti yang sudah disinggung di atas, maggot yang dihasilkan menjadi sumber pakan ternak. Sedangkan sisa sampah organik akan menjadi pupuk untuk lahan pertanian.

Dalam webminar bersama Lembaga National Single Window, Arky menuturkan bahwa per awal 2023, Greenprosa telah mengelola 8.763,2 ton sampah organik, telah bermitra dengan 203 KSM, memiliki lebih dari 100 karyawan, dan menghasilkan 1.887,6 ton maggot kering. 

Kini Greenprosa mengelola 50 ton sampah organik/hari. Pengelolaan ini dilakukan oleh unit produksi Greenprosa dan mitra yang tersebar di berbagai daerah. Pada 2030 Greenprosa menargetkan dapat mengelola sampah organik 200-300 ton/hari, atau menghasilkan maggot 20-30 ton/hari dan kompos 48-60 ton/hari. Target tersebut semoga dapat dicapai lebih cepat, dengan adanya dukungan dan kerja sama berbagai pihak.

Greenprosa
Kerja sama Taman Safari Indonesia dengan Greenprosa (Foto: Instagram @greenprosa)

Pada November 2022, PT Greenprosa Adikara Nusa berhasil melebarkan sayap ke Bogor. Kerja sama antara Greenprosa dengan Taman Safari Indonesia (TSI) berhasil disepakati ditandai dengan penandatanganan MoU. Taman Safari ingin Greenprosa mengelola sampah organik dan kotoran hewan yang berasal dari kawasan TSI dengan larva BSF. Oleh karena itu, dibangunlah Integrated Waste Management sebagai bentuk kepedulian TSI yang memiliki semangat sama dengan Greenprosa yaitu untuk menekan laju pemanasan global. Potensi penurunan gas rumah kaca dari BSF ini adalah 1 ton/hari atau sama dengan 401 ton CO₂e/tahun.

Di manapun Greenprosa membuka unit produksi, mereka tetap menanamkan nilai sosial, memegang teguh visi dari awal yaitu ingin bermanfaat bagi lingkungan. Oleh karena itu, Greenprosa merekrut para pemulung untuk menjadi karyawan di Unit Produksi Taman Safari. Hal ini dikarenakan sampah dari Taman Safari dan sekitarnya tidak lagi dibuang ke TPA.

Greenprosa
Proses pemilahan sampah di Taman Safari (Foto: Instagram @greenprosa)

"Di Taman Safari 80 persen karyawan kami adalah pemulung. Yang tadinya memulung di TPA, kami tidak ingin mengeliminasi pekerjaan mereka. Jadi kami gandeng mereka, kami edukasi, dan jadi karyawan di Taman Safari," ucap Arky.

Saat ini, unit produksi Greenprosa yang ada di Banyumas ada 3 tempat yaitu TPST Karangcegak, TPA BLE di Kalibagor, dan Greenprosa HO di Banjaranyar. TPST dan TPA digunakan untuk lokasi pengolahan sampah dan budi daya maggot, sedangkan Greenprosa HO untuk kantor dan budi daya indukan lalat BSF. Per Desember 2021 TPST Karangcegak hanya membuang sampah residu ke TPA 1 truk/hari dari sebelumnya 3-4 truk/hari. Sedangkan untuk TPA BLE baru beroperasi sejak Juli 2022.

Di luar Banyumas, Greenprosa memiliki unit produksi di Bogor yaitu di Taman Safari Indonesia dan di Jakarta Utara. Rencananya akhir tahun 2023 akan membuka unit produksi baru di Depok, Jawa Barat.


Penghargaan dan Harapan 

Arky Gilang Wahab

Kegigihan Arky dalam membantu lingkungan mengatasi sampah diganjar apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tahun 2021. Penerima apresiasi Bidang Lingkungan ini mendaftarkan diri ke program SATU Indonesia Awards setelah diberi tahu oleh rekan jurnalis. Arky tidak terlalu berpikir untuk menang. Sebab ia paham betul apresiasi ini setiap tahunnya diikuti oleh belasan ribu pemuda yang memiliki kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan.

Arky sangat bersyukur dan bangga menjadi salah satu penerima apresiasi di tingkat nasional. SATU Indonesia Awards menjadi batu loncatan Arky untuk mendapat kepercayaan dari pemerintah daerah dan stakeholder terkait.

"Ketika di SATU Indonesia Awards kita jadi penerima apresiasi, di ranah itu membuat orang lebih percaya. Akhirnya kita bisa scaling up lebih cepat", terang Arky.

Saat mendapat penghargaan pada 2021, sampah organik yang dikelola oleh Greenprosa masih di bawah 10 ton/hari. Kini Greenprosa mampu mengolah sampah organik sebanyak 50 ton/hari. Scaling up ini menjadi jalan untuk membantu lebih banyak masyarakat dan menyebarkan manfaat lebih luas.

Menjadi salah satu penerima apresiasi dari Astra membuat relasi Arky kini makin banyak. Kesempatan menjadi narasumber dalam berbagai acara membuat ia dapat mengampanyekan kegiatan ini lebih masif lagi. Astra juga mengajak Greenprosa berkolaborasi mengembangkan Kasgot (pupuk dari maggot) melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA).

Greenprosa
Astra bekerja sama dengan Greenprosa membagikan bingkisan Nurani Astra untuk pahlawan kebersihan (Foto: Instagram @greenprosa)

Bagi Greenprosa, pemulung dan petugas sampah adalah the real hero. Mereka bukan hanya pahlawan bagi manusia. Mereka juga pahlawan bagi hewan, tumbuhan, dan bumi yang kita tinggali. Oleh karenanya, Greenprosa berharap kesejahteraan pahlawan kebersihan terus meningkat. 

Perusahaan yang mengutamakan pemberdayaan masyarakat ini juga mengajak agar kita semua dapat bertanggung jawab terhadap sampah masing-masing. Dimulai dari hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya dan mulai gaya hidup minim sampah. Lalu, kurangi sampah makanan dengan menghabiskan setiap makanan yang diambil. Dengan demikian, kita akan meringankan tugas dari pengelola sampah yang makin hari, makin berat.

"Pertama buat teman-teman ayo kita mulai gaya hidup minim sampah. Walaupun saya pengelola sampah, tapi yakinlah saya tidak akan kurang kerjaan kalau teman-teman udah nggak membuang sampah", ajak Arky pada sesi live Instagram bersama Astra Infra.

"Kedua kurangi food waste teman-teman karena dalam satu tahun di Indonesia itu food waste nilainya 330 triliun. Kalau ke kafe atau ke mana, misal porsinya kebanyakan jangan sungkan untuk meminta porsi setengah. Atau kalau nggak habis mending dibungkus dibawa balik", imbuhnya.

"Ketiga, sebetulnya ini hal yang mencengangkan. Bumi kita cuma satu tapi ternyata setelah diteliti manusia itu sudah memakan satu setengah bumi. Kita juga udah ngerasain nih banyak bencana, banyak perubahan iklim yang luar biasa. Ayo kita sama-sama sadar bumi kita cuma satu. Ayo pertahankan bumi kita", pungkas Arky.

Arky harap kedepannya bisa mengembangkan kegiatan ini di lebih banyak tempat, bisa mengurangi sampah organik sebanyak mungkin, dan bisa berkolaborasi dengan mitra untuk mengedukasi masyarakat. Ia tidak akan lelah mengonversikan sampah organik untuk hari ini dan masa depan Indonesia.

Posting Komentar

18 Komentar

  1. Keren banget karena rasa risih engga berhenti di ngomel2 tetapi ada aksi nyata begini, ya

    BalasHapus
  2. oalaaah budi daya maggot beneran ada ya? aku kira awalnya cuma di daerah tertentu, soalnya ibu-ibu PKK di daerah rumah juga ada wacana untuk membuat budi daya maggot di kompleks rumah aku

    BalasHapus
  3. masyaAllah.. keren ini greenprosa konvenrsi sampah organik. Terimakasih Astra tekah memberi apresiasi pada mereka. Barokallah.. Oiya, semoga program #SemangatSalingBantu lancar selalu yaa..

    BalasHapus
  4. Semoga banyak Greenprosa lainnya yang mengembangkan cara ini, karena ini sekaligus cara juga dalam mengurai sampah ya kak.

    BalasHapus
  5. Salut banget dengan kegiatan Greenprosa, tantangan dari lingkungan sangat luar biasa, tapi semua bisa dilewati karena ingin mengedukasi dan memberikan yang terbaik untuk masyarakat dari sampah organik.

    BalasHapus
  6. Aksi nyata gini nih keren loh. Meskipun dipandang sebelah mata sama orang2 di sekitarnya, Mas Arky tidak patah semangat. Memang harus ada orang2 seperti Mas Arky ini untuk menjadi pelopor dalam aktivitas menjaga lingkungan, khususnya pengolahan sampah organik. Teknologi pengolahan menggunakan maggot ini bisa diadaptasi oleh daerah2 lain.

    BalasHapus
  7. Selalu salut banget sama orang-orang yang selalu berinovasi untuk memanfaatkan sampah. Ini masalah besar yang diam-diam mengancam hidup manusia soalnya, kalau enggak dimanfaatkan, bakal merugikan anak cucu kita.
    Keren banget Greenprosa yang bisa mengkonversi sampah organik :)

    BalasHapus
  8. Di musim kemarau panjang ini beberapa kali melihat berita TPA kebakaran. Memang katanya sampah kalau udah menumpuk bisa menghasilkan gas. Mana lagi kemarau panjang. Memang udah semakin penting bagi masyarakat untuk lebih bijak lagi dengan sampah. Supaya jumlahnya gak semakin menumpuk.

    BalasHapus
  9. salut nih dengan Mas Arky dkk, seandainya dulu menyerah dan baper saat ada yang bilangin sekarang mungut sampah belum tentu akan seperti sekarang ya, orang yang bermanfaat bagi orang lainnya dengan inovasinya.

    BalasHapus
  10. Maggot ini aku tahu sering seliweran belakangan di Tiktok. Pengen punya juga sebenarnya tapi masih bingung gimana kalau berubah jadi lalat hehe.
    Jadi paling sekarang yang aku lakukan kalau belanja gak nyetok banyak, memasak dikit aja yang ngepas, trus makan juga gak berlebihan dan wajib dihabiskan supaya tidak menumpuk sampah makanan (food waste).

    BalasHapus
  11. Wow, keren banget ini GreenProsa. Aku baru tahu ada yang begini. Pantes aja bisa dapat penghargaan Astra. Karena memang keren. Semoga bisa menginspirasi banyak masyarakat supaya bisa mengolah sampah jadi hal yang lebih bermanfaat begini. Keren bangeeet.

    BalasHapus
  12. Keren sekali Mas Arky dan timnya. Bisa sukses sekalipun banyak rintangan yang dihadapi. Memang kalimat "tidak ada usaha yang mengkhianati hasil" sudah dibuktikan oleh Mas Arky dan timnya.

    BalasHapus
  13. Sampah memang sudah jadi masalah dunia yang kompleks banget ya, karena setiap orang itu minim banget tanggungjawab sama sampahnya sendiri. Gak usah jauh-jauh sounding masyarakat, dalam keluarga aja, aku setengah mati gemes soal sampah ini, terutama sampah food waste ini. Salut sama Mas Arky dkk

    BalasHapus
  14. Keren nih upaya yang dilakukan Mas Arky, dkk lewat Greenprosa bisa melakukan aksi nyata dalam menanggulangi masalah sampah organik di daerahnya. Dan yah melakukan protes tanpa aksi kepada pemerintah memang nggak membuahkan hasil yang diharapkan. Apalagi permasalahan sampah ini bukan tanggungjawabnya pemerintah saja melainkan juga butuh peran dari semua elemen masyarakat.

    BalasHapus
  15. Proses dan perjuangan panjang yang akhirnya bisa terlihat hasilnya
    Aku tadi mikir, apakah karyawan yang terlibat dalam proses urai sampah organik di Greenprosa masih ada yang dari awal ya eh ternyata ada di penjelasan itu

    Aku pernah tahu budi daya ini tapi hanya secuil aja tapi di sini dijelaskan bagaimana perjuangan Mas Arky dan Greenprosa dalam mengelola sampah organik dan jadi maggot itu
    Ga heran kalau akhirnya bisa meraih prestasi berkat kerja keras selama ini

    BalasHapus
  16. Arky patut diacungi jempol karena berani ambil langkah untuk melakukan aksi nyata untuk mengolah sampah di satu desa. Layak banget diapresiasi dan diteladani nih

    BalasHapus
  17. Greenprosa nyata memberi dampak untuk lingkungan. Magot yang semula dianggap menjijikan, ternyata jadi pahlawan sampah dan Mas Arky bisa menjadikan power magot itu meluas dan terdistribusikan dengan baik. Jaya terus Greenprosa!

    BalasHapus
  18. dari dulu aku juga pengen belajar memilah dan mengolah sampah organik, semoga berhasil :D

    BalasHapus
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)