Penggunaan BBM kotor dan belum adanya pengendalian kendaraan pribadi adalah penyebabnya.
Bagaimana dengan moda transportasi massal?
Sektor ketenagalistrikan tak kalah berpengaruh.
Climate Transparency pada 2021 melaporkan emisi karbon dioksida yang dihasilkan sektor ini proporsinya mencapai 43 persen.
Kendaraan listrik digadang-gadang pemerintah menjadi solusi untuk pengurangan emisi.
Padahal, baterai yang menggerakkan mobil listrik juga menghasilkan emisi yang besar selama proses produksi karena PLTU masih menggunakan batu bara.
Lantas, langkah apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah dalam waktu dekat?
***
Polusi udara di kota-kota besar di Indonesia adalah persoalan berat. Saling adu kepentingan dan tidak adanya sinergitas antar kementerian, BUMN, serta sektor swasta membuat persoalan ini semakin pelik. Pemerintah kini telah merampas hak warga untuk mendapatkan kualias udara bersih.
Negara lain di Asia seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, India, dan China tidak lagi menggunakan bahan bakar kotor untuk kendaraan. Mereka sudah menggunakan standar euro 4. Di Indonesia pun harusnya demikian. Sayangnya, pemerintah justru menjadikan Indonesia sebagai dumping ground BBM kotor. Lebih parahnya lagi, BBM yang menghasilkan emisi cukup tinggi seperti pertalite dan bio solar justru mendapat subsidi.
Tidak semua masyarakat melek akan pentingnya memilih BBM yang kompatibel sesuai jenis kendaraan. Pada prinsipnya, kalau ada yang murah, kenapa harus beli yang mahal?
Kita jadi bertanya-tanya. Sebenarnya, bagaimanya keseriusan pemerintah saat ini dalam mengatasi persoalan polusi ini? Untuk itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bersama Kantor Berita Radio (KBR) menyelenggarakan Diskusi Publik dengan tema "Sinergitas Sektor Transportasi dan Sektor Energi untuk Mewujudkan Kualitas Udara Bersih di Kota Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Bali, Medan, dan Makassar" pada 23 November 2023.
Diskusi tersebut menghadirkan narasumber yang berkaitan langsung dengan kualitas udara di kota-kota yang disebutkan di atas. Hadir juga perwakilan dari Kementerian KLHK, Komite Penghapusan Bahan Bakar Bertimbal (KPBB), perwakilan PLN, perwakilan dari perusahaan layanan transportasi, dan influencer.
Apa saja persoalan yang terjadi di kota-kota tersebut? Bagaimana kesiapan transportasi massal di masing-masing kota dalam rangka mengurangi jejak karbon? Yuk, kita simak ulasan lengkapnya di bawah ini!
Menilik Kualitas Udara di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Bali, Medan, dan Makassar
Hari ini, 30 November 2023 pukul 16.30 WIB saya menengok kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia melalui IQAir dan hasilnya sebagai berikut.
No |
Nama Wilayah |
AQI US |
PM2.5 (µg/m3) |
1 |
Kota Semarang |
68 |
20.3 |
2 |
Kota Surabaya |
59 |
16 |
3 |
Kota Yogyakarta |
53 |
13.2 |
4 |
Kuta, Bali |
111 |
39.5 |
5 |
Kota Medan |
73 |
22.8 |
6 |
Kota Makassar |
69 |
20.8 |
Dari 6 titik lokasi di atas, tidak ada yang menunjukkan kualitas udara baik. 5 kota berada dalam level sedang, sedangkan satu kota yaitu di Kuta, Bali berada pada level "tidak sehat bagi kelompok sensitif."
Menurut Luckmi Purwandari dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kualitas udara ambien dipengaruhi banyak faktor. Selain aktivitas manusia yang menghasilkan emisi seperti transportasi, industri, dan rumah tangga, ada juga faktor cuaca seperti kecepatan angin, kelembapan, temperatur, suhu, dan curah hujan.
Bagaimana pengaruh kualitas udara ini terhadap penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) di beberapa daerah? Bagaimana penanganannya?
Di Bali, menurut Made Partiana dari Dinas Kesehatan, penyakit ISPA tahun 2023 sampai bulan November pada usia 9-60 tahun mencapai 79.930 kasus. Sedangkan di Yogyakarta kasus ISPA pada 3 bulan terakhir terjadi penurunan.
Menurut Dinas Kesehatan Kota Surabaya, kelompok umur yang paling banyak terserang ISPA adalah usia 20-45 tahun di mana mereka adalah usia produktif yang banyak melakukan aktivitas.
Di Kota Semarang, beberapa wilayah memiliki cakupan PM2.5 dan PM10 yang sangat tinggi. Apa yang dilakukan Dinas Kesehatan? Mereka mengimbau masyarakat, terutama kelompok rentan, jika bepergian keluar rumah pastikan memakai masker. Dinkes juga meminta agar masyarakat mengurangi emisi, tidak melakukan pembakaran sampah, menerapkan 3R, dan menjalankan urban farming.
Sedangkan di Kota Makassar, antisipasi mengenai ISPA ada beberapa yaitu peningkatan penemuan kasus dan melakukan surveillance. Selain itu, ada advokasi dan promosi kesehatan bagaimana pengendalian dan pencegahan ISPA, termasuk penyiapan fasyankes di puskemas dan klinik.
Bentuk Ketidakseriusan Pemerintah Pusat Dalam Pengendalian Emisi
Pemerintah melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 1996 telah mengupayakan pengendalian pencemaran udara melalui Program Langit Biru. Namun pada kenyataannya, program ini hanyalah program saja yang belum kita rasakan dampaknya. Mengapa? Karena Indonesia masih menggunakan BBM tidak ramah lingkungan. Berikut beberapa ketidakseriusan pemerintah dalam pengendalian emisi berdasarkan diskusi publik KBRxYLKI.
Masih Menyediakan BBM Kotor
Ahmad Safrudin dari KPBB mengatakan bahwa produsen BBM di Indonesia masih memproduksi bahan bakar dengan kadar belerang, benzena, aromatik, dan olefin yang sangat tinggi.
"Kadar benzena di dalam BBM kita kalau menurut Worldwide Fuel Charter harusnya 1% maksimum. Tetapi kita masih punya kadar benzena di atas 5%. Kadar belerang seharusnya kalau mengadopsi dari sistem euro 4 maksimum 50 ppm. Faktanya Pertamina dan beberapa produsen BBM yang lain masih memproduksi BBM dengan kadar belerang lebih dari 1800 ppm. Itulah yang menyebabkan buruknya kualitas udara kita saat ini", ungkap Ahmad.
Anehnya, sudah tahu tidak ramah lingkungan dan membahayakan kesehatan, tapi justru disubsidi oleh pemerintah. Nilainya cukup fantastis mencapai 67 triliun. Menurut Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI, pada akhirnya masyarakat Indonesia yang masih sensitif terhadap harga memilih menggunakan pertalite atau bio solar.
“Masyarakat masih menganggap harga yang murah itu sebagai bentuk penghematan dari yang dia keluarkan. Karena memang ketika membeli BBM murah ya otomatis uang yang dikeluarkan dari kantong kita lebih sedikit. Tapi tidak pernah memikirkan jangka menengah atau sedikit jangka panjang", terang Tulus.
"Mengapa pemerintah tidak mau mengkonversi atau memigrasikan subsidi itu ke BBM yang lebih baik kualitasnya? Sekalian subsidi, ya subsidi ke kualitas yang lebih baik. Bukan subsidi yang belum memenuhi standar", imbuh Tulus.
Lebih lanjut menurut Ahmad Safrudin upaya KLHK dalam menetapkan standar yang ketat yaitu euro 4 akhirnya tidak dapat dijalankan karena semacam 'disabotase' oleh penyedia BBM, baik dalam konteks regulasi di bawah Menteri ESDM, kemudian implementasinya di bawah Pertamina dkk.
"Dalam konteks ini kita menyayangkan Menteri ESDM sepertinya sengaja menghambat upaya untuk menerapkan standar euro 4 tadi", ujar Ahmad.
"Kita punya 8 varian BBM, 4 solar dan 4 bensin. Dari bensin yang laik untuk kendaraan saat ini hanya pertamax turbo. 3 lainnya relatif tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada kendaraan bermotor yang kita adopsi sekarang yaitu standar euro 4. Solar ada bio solar, dexlite, pertadex, dan pertadex high quality, yang memenuhi syarat hanya satu yaitu pertadex high quality. Sayangnya pertamina tidak mendistribusikan pertadex high quality," lanjut Ahmad.
Menurut Ahmad, saat ini Pertamina justru mengekspor pertadex high quality ke Malaysia dengan harga yang sangat murah hanya Rp4300/liter. Sementara Indonesia sangat kesulitan memperoleh bahan bakar yang memenuhi syarat untuk digunakan pada teknologi kendaraan standar euro 4 yang sudah diadopsi sejak 2018.
Lebih lanjut Ahmad mengatakan kebijakan harga BBM di Indonesia harus di formulasikan kembali karena harga BBM di Indonesia saat ini masih terlalu tinggi jika dibandingkan dengan Malaysia. BBM dengan kualitas setara pertamax turbo di Malaysia harganya hanya Rp7.200/liter.
“Saat ini mutlak Presiden harus turun tangan untuk mereformulasikan kebijakan harga BBM tersebut. Sehingga nanti harga BBM yang berkualitas tinggi tidak selangit seperti yang sekarang", sambung Ahmad.
Kendaraan Pribadi Tidak Dikendalikan dan Makin Merajalela
Jumlah kendaraan aktif di Indonesia menurut Korlantas POLRI per 9 Februari 2023 adalah 153.400.392 unit di mana 147.153.603 unit adalah kendaraan pribadi. Dari angka tersebut, 87% merupakan sepeda motor yaitu berjumlah 127.976.339 unit dan mobil 19.177.264 unit.
Sistem promosi dan penjualan yang jor-joran ditambah kemudahan masyarakat memiliki kendaraan pribadi lebih dari dua unit membuat populasi jenis transportasi ini makin merajalela. Di negara lain seperti Jepang pengadaan kendaraan pribadi ini diperketat seperti harus memiliki tempat parkir atau garasi untuk kendaraan pribadi, pajak kendaraan yang tinggi, wajib memiliki asuransi, dan syarat-syarat lainnya.
Kalau di Indonesia? Yang penting punya uang saja bisa bawa pulang kendaraan. Bahkan saat ini dipermudah lagi yaitu beli kendaraan tanpa uang muka.
Hal tersebut tidak bisa terus dibiarkan oleh pemerintah jika tidak ingin beban emisi makin berat. Kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi harus dikendalikan. Bukan hanya di kota-kota besar, tapi juga di seluruh wilayah Indonesia.
Efisiensi dan Aksesibilitas Transportasi Massal belum Memadai
Saat ini, kendaraan pribadi masih menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia untuk mendukung mobilisasi. Hal tersebut dikarenakan aksesibilitas transportasi massal di beberapa kota besar belum memadai. Jumlah armada yang masih sedikit dan halte yang belum tersebar ke berbagai titik membuat waktu tunggu menjadi lebih lama jika dibandingkan dengan naik kendaraan pribadi atau angkutan online. Oleh karena itu, efisiensi waktu dikeluhkan para pengguna, termasuk Tifani, influencer dari Surabaya.
"Di Surabaya sebenarnya banyak anak muda yang minat naik transportasi umum. Tapi dari efisiensi dan aksesibilitas masih kurang. Efisien lebih ke waktu. Karena di Surabaya armadanya belum banyak dan spotnya juga masih sedikit," ungkap Tifani.
Hal senada juga diungkapkan Reza, influencer dari Medan yang kini tinggal di Jakarta. Menurutnya, rute transportasi massal harus diperbaiki dan jumlah halte diperbanyak. Kebetulan tempat tinggalnya jauh dari halte angkutan umum.
"Yang harus diperbaiki rutenya dan diperbanyak spotnya karena masih banyak tempat yang belum terjangkau", tutur Reza.
Selain poin-poin di atas, anak muda zaman sekarang lebih menyukai transportasi publik yang dapat di tracking keberadaanya secara real-time. Jadi, mereka tahu kapan jadwal bus tiba di halte dan pada pukul berapa mereka akan tiba di tempat tujuan. Dengan demikian, mereka dapat mengefisiensi waktu, seperti yang disampaikan oleh Fitri Yani, influencer dari Makassar.
"Di Makassar kelayakan kendaraan semakin baik, aksesibilitas semakin baik. Bus Trans Mamminasata ada aplikasinya jadi bisa lihat tracking bus datang jam berapa, akan tiba jam berapa", ungkap Fitri.
Apa yang dilakukan Pemerintah Daerah?
Diskusi Publik KBRxYLKI menghadirkan narasumber dari Dinas Perhubungan berbagai daerah seperti Semarang, Surabaya, dan Bali, untuk mengetahui bagaimana langkah pemkot/pemprov setempat dalam menekan emisi gas buang kendaraan.
Pemkot Surabaya
Foto: instagram @suroboyobus
Budi Setiawan dari Dinas Perhubungan Kota Surabaya mengatakan pihaknya saat ini sedang melakukan penataan angkutan umum di Surabaya. Menurutnya, model angkutan lama dikeluhkan masyarakat terkait kenyamanan dan ketepatan waktu.
"Jadi yang sudah kita laksanakan yaitu operasional Suroboyo Bus dan penggantian angkot ke fitur WiraWiri. Nanti harapannya angkutan Surabaya lebih nyaman dan lebih tepat waktu," ucap Budi.
Guna menarik minat masyarakat agar beralih menggunakan transportasi massal, Dishub Kota Surabaya memberikan layanan gratis untuk kategori penumpang veteran, lansia, anak di bawah 5 tahun, dan penyandang disabilitas.
Terkait dengan uji emisi, Budi mengatakan bahwa kendaraan pribadi saat ini belum wajib uji emisi. Baru kendaraan barang, bus, dan angkutan umum saja.
Pemprov Bali
Dari Surabaya kita bergeser ke Bali. Menurut Mudarta dari Dinas Perhubungan Provinsi Bali, sektor transportasi nomor 2 kontribusinya terhadap emisi di Bali. Jumlah kendaraan bermotor yang terregistrasi pada 2022 sebanyak 4,7 juta.
Lalu, seperti apa kondisi transportasi publik di Bali? Sebagai green island dan tujuan destinasi wisata nomor satu di Indonesia, harusnya transportasi publik di Bali sudah bagus. Namun faktanya belum sesuai harapan.
"Saat ini di Bali baru ada 10 (unit) bus, plus kerja sama dengan pemerintah pusat melalui Trans Metro Dewata 105 unit. Di Bali public transport belum terkoneksi dan terintegrasi", tutur Mudarta.
Pemkot Semarang
Berpindah ke Kota Semarang, menurut Danang dari Dinas Perhubungan Kota Semarang, saat ini di Kota Lumpia sudah menerapkan angkutan massal berbasis BRT Trans Jateng.
"Penyelenggaraan angkutan massal yang berbasis BRT ada 12 koridor dan 271 kendaraan," ungkap Danang.
BRT Trans Jateng ini menerapkan harga yang sangat murah. Tarif pelajar, mahasiswa, dan lansia dikenakan tarif khusus hanya Rp1.500. Selain itu, Dishub bersama Dinas Pendidikan mulai merintis terobosan baru untuk melarang pelajar membawa kendaraan pribadi ke sekolah.
"Kemarin Dishub sudah mulai rintisan, sudah ada terobosan dengan Kepala Dinas Pendidikan, anak-anak sekolah mau dilarang membawa kendaraan pribadi, terutama yang tidak punya SIM. Nanti akan disterilkan lokasi sekolah dari kantong-kantong parkir. Jadi nanti ada pengawasan di sekolah-sekolah tersebut. Kita dorong menggunakan angkutan massal," terang Danang.
Saat ini BRT Trans Jateng sudah menggunakan bahan bakar konverter gas kerja sama dengan Pertamina, meski belum untuk semua koridor. Menurut Danang, adanya transportasi publik BRT ini membuat Semarang mendapatkan penghargaan sebagai salah satu kota penyedia angkutan massal terbaik.
Seperti apa Kepedulian PLN terhadap Lingkungan?
Setelah mengetahui langkah yang diambil oleh pemerintah daerah, kita juga perlu tahu seperti apa bentuk kepedulian PLN terhadap lingkungan?
Pak Irwan perwakilan dari PLN menyampaikan bahwa di kota-kota besar seperti Semarang, Surabaya, Bali, Yogyakarta, Medan, dan Makassar terdapat 17 pembangkit termal dan berbahan bakar gas yang berdekatan dalam radius 100 km. 11 diantaranya adalah PLTU. Namun, tidak semuanya milik PLN.
“Kami dari PLN selalu bertanggung jawab dalam memelihara lingkungan terutama terkait baku mutu emisi. Beberapa teknologi standar sudah kita implementasikan seperti pemasangan Electrostatic Precipitator (ESP) untuk menangkap partikulat, kemudian Low NOx Burner ini untuk mengendalikan emisi gas buang terutama jenis NOx, dan juga kita untuk pemantauan lingkungan menggunakan teknologi CEMS di mana monitoring emisi ini secara online dan terintegrasi dengan SISPEK milik KLHK. Jadi KLHK juga bisa memantau emisi gas buang dari setiap pembangkit yang dimiliki PLN", terang Irwan.
"Semua pembangkit sudah beyond compliance artinya minimal ada di PROPER hijau. Dari 11 PLTU, ada 6 pembangkit yang sudah PROPER emas di 6 kota besar tadi. Selain memanfaatkan teknologi untuk pengukuran baik di dalam pembangkit, PLN juga melakukan secara rutin pengukuran emisi, melakukan pelaporan secara rutin baik kepada dinas di provinsi dan KLHK", sambungnya.
“Beberapa trobosan juga kami lakukan seperti di Suralaya kami memiliki pembangkit listrik tenaga surya. Mungkin terbesar sekarang kalau di Indonesia 1254 kwt. Itu semua upaya kami menurunkan emisi khususnya pemakaian listrik untuk di gedung-gedung. Sehingga kami tidak lagi menggunakan listrik dari jaringan. Bahkan terbaru beberapa hari kemarin PLN meluncurkan dan meresmikan 21 lokasi pembangkit yang sudah memproduksi hidrogen secara green. Karena hidrogen ini sangat dibutuhkan di pembangkit dalam pendinginan alat-alat utama terutama trafo”, pungkas Irwan.
Bentuk Pengawasan KLHK terhadap PLTU
Pemerintah melalui Kementerian KLHK mengawasi emisi dari pembangkit listrik tenaga termal yang dikontribusikan ke lingkungan. Bentuk pengawasannya seperti apa? Pertama, memperketat baku mutu emisi bagi pembangkit listrik tenaga termal melalui peraturan Permen LHK Nomor 15 Tahun 2019.
Kedua, bagi pembangkit listrik tenaga termal, diwajibkan memasang peralatan pemantauan (CEMS) untuk mengukur emisinya sebelum dibuang ke lingkungan.
"Jadi intinya kegiatan pembangkit listrik tenaga termal yang menghasilkan emisi khususnya dengan bahan bakar batu bara tentu ada kandungan sulfurnya wajib memasang continuous emission monitoring systems", ucap Luckmi.
Berikutnya dari sisi PROPER. PROPER sendiri levelnya itu ada 2 macam.
"Level pertama adalah taat pada peraturan yang berlaku. Tidak hanya peraturan terkait pemenuhan baku mutu emisi yang dihasilkan, tapi juga pengelolaan lingkungan lainnya seperti air limbahnya, pengelolaan limbah b3-nya, itu semua di atur. Kalau taat semuanya peringkatnya biru dan itu dipublikasikan ke masyarakat melalui media sosial", terang Luckmi.
"Kalau hijau dan emas itu tidak hanya taat pada peraturan, tapi sudah beyond compliance yaitu melakukan efisiensi energi, melakukan konservasi air, melakukan penurunan emisi dari yang dihasilkannya lebih dari peraturan, melakukan audit energi, itu semua dilakukan", pungkasnya.
Komitmen Blue Bird Group dalam Mewujudkan Visi Blue Sky
Diskusi publik KBRxYLKI turut mengundang Blue Bird sebagai salah satu pihak swasta penyedia layanan trasnportasi umum di Indonesia. Sebagai perusahaan yang sudah beroperasi 52 tahun, Blue Bird berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan. Secara riil di PT Blue Bird punya visi 50-30 yang artinya tahun 2030 bisa mengurangi 50% emisi.
"Terkait blue sky ada beberapa inisiatif dan sudah dijalankan sebetulnya sudah cukup lama, komitmen dan konsisten untuk melakukan uji emisi kendaraan 6 bulan sekali. Di luar yang 6 bulan karena punya bengkel sendiri jadi dilakukan juga pada saat servis. Setiap unit mobil sebulan sekali pasti masuk bengkel dan diuji emisinya karena punya alatnya", ucap Yusuf.
"Kedua, implementasi bahan bakar gas. Kami menggunakan compressed natural gas (CNG). Sekarang baru sekitar 3000-an (unit) yang terpasang CNG. Impact emisinya relatif lebih ramah kalau CNG. Karbon monoksida CNG produksinya 0,06% sehingga jauh dari pertalite", imbuhnya.
"Ketiga implementasi armada listrik baru di Jakarta, Bali, dan Semarang. Kami juga sedang menginisiasi penggunaan solar panel untuk mendukung green energy. Sudah mengimplementasikan itu di kantor pusat Jakarta kerja sama dengan salah satu perusahaan untuk blue bird bisa membeli listriknya. Mereka yang membuat infrastruktur solar panel. Kami beli listriknya untuk mengurangi emisi", pungkasnya.
Blue Bird juga berkomitmen mengurangi penggunaan sampah plastik. Para driver digratiskan tumbler dan disiapkan fasilitas refillnya di kantor.
Kesimpulan
Saya pribadi untuk saat ini, belum setuju dengan penggunaan kendaraan listrik. Meski si kendaraan rendah emisi, namun dari mana daya listrik yang digunakan untuk charging? Betul, saat ini masih dari PLTU yang mayoritas menggunakan energi fosil dan batu bara. Kita ketahui bersama PLTU tersebut emisinya luar biasa juga. 43% loh proporsinya terhadap total emisi di Indonesia pada 2021.
Seharusnya pemerintah kan beralih dulu dari PLTU ke energi baru terbarukan (EBT), baru kampanyekan kendaraan listrik. Bukan sebaliknya.
Pengendalian laju pertumbuhan kendaraan di Indonesia saya pikir lebih diperlukan saat ini. Bukan malah meminta masyarakat menambah jumlah kendaraan dengan membeli versi listrik. Memangnya kendaraan yang lama mau di kemanakan?
Jadi, langkah apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah dalam waktu dekat?
- Hapus BBM yang tidak sesuai standar euro 4. Lakukan restrukturisasi harga BBM agar masyarakat bisa menggunakan BBM ramah lingkungan dengan harga terjangkau.
- Kendalikan laju populasi kendaraan bermotor di Indonesia, terutama kendaraan pribadi.
- Bangun transportasi umum yang layak, mudah dijangkau, murah, dapat diandalkan dari segi waktu, dan berkelanjutan di tiap daerah. Harus berkelanjutan. Jangan sampai transportasi massal memiliki dampak buruk di masa mendatang.
- Ganti PLTU tenaga batu bara dan fosil dengan energi baru terbarukan (EBT).
***
Referensi
https://www.youtube.com/live/PnrG6fcRENo?si=cf6CHWbfEy6LjRRY
https://www.gaikindo.or.id/jumlah-kendaraan-di-indonesia-147-juta-unit-60-persen-di-pulau-jawa/
0 Komentar